BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang kita ketahui, banyak
sekali bahasa daerah digunakan sebagai bahasa berkomunikasi setiap harinya di
masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat memahami
penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Selain itu masyarakat merasa canggung
menggunakan bahasa Indonesia yang baku di luar acara formal atau resmi. Oleh
karena itu, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang telah
terafiliasi oleh bahasa daerah, baik secara pengucapaan maupun arti bahasa
tersebut. Kebiasaan penggunaan bahasa daerah ini sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi
negara Indonesia.
Kalau diperhatikan, bahasa paling
popular sekarang ini adalah bahasa-bahasa gaul, bahkan bahasa Indonesia sendiri
sudah tidak begitu diperhatikan dalam pengucapannya, terkadang sudah tidak baku
lagi. Apalagi bahasa daerah, yang kebanyakan dianggap oleh generasi muda tidak
begitu penting untuk dipelajari, ini semua karena menjaga gengsi, takut
dianggap ketinggalan zaman, kampungan, dan lain-lain. Sehingga tanpa mereka
sadari, bahasa daerah akan punah seiring berkembangnya zaman. Memang, tidak
seharusnya juga kita menggunakan bahasa daerah didalam keseharian kita, namun
setidaknya kita bisa tahu tentang bahasa daerah kita sendiri ketika orang menanyakannya pada kita. Sehingga, kita harus
memberikan pembinaan terhadap generasi muda untuk menyadarkan tentang
penggunaan dan fungsi bahasa daerah itu sendiri.
Keanekaragaman budaya dan bahasa
daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh
seseorang pada tahapan berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu
bahasa Indonesia. Sebagai contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari
daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini
hidup di lingkungan orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya
“mengapa”, sang ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca
kuat) sedangkan bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca
lemah) dan di lingkungannya kata “megapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak
mulai bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan
mengucapkan “mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi
sang anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan
keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan
kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan
ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta
mungkin lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan
orang berasal dari daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah
keakraban diantara mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau hanya
bisa-bisaan untuk berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana
yang lebih akrab. Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa
Indonesia yang baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau).
B. Rumusan Masalah
Sehubungan
dengan kaitan ini penulis menemukan beberapa permasalahan didalam pembahasan
mengenai bahasa daerah khususnya dikalangan generasi muda.
1.
Bagaimana
fungsi bahasa dan devinisi bahasa dari
para ahli?
2.
Bagaimana
revitalisasi bahasa daerah dikalangan generasi muda?
3.
Bagaimana
kedudukan dan fungsi bahasa daerah?
4.
Bagaimana
peran bahasa daerah dalam persatuan bangsa?
5.
Apakah ada
pertentangan dalam penggunaan bahasa daerah dengan bahasa nasional?
6.
Apa saja
dampak positif dan negative penggunaan bahasa daerah didalam bahasa Indonesia?
BAB
II
PERUMUSAAN MASALAH
Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang
dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu
pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau
daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi Bahasa Daerah dalam hukum
Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa
Regional atau Minoritas diartkan bahwa "bahasa-bahasa
daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional
digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut,
yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya
di negara tersebu; dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi)
dari negara tersebut.
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat
pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu
seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi
sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Berikut ini
adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:
1.
Sudaryono
Bahasa
adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga
terjadinya kesalahpahaman.
2.
Carrol
Bahasa
adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang
sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi
antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama
kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan
hidup manusia.
3.
Ferdinand De Saussure
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
Mengenai
bahasa daerah , kita tahu bahwa dalam UUD 1945 dinyatakan juga bahwa bahasa
daerah yang masih dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh
masyarakat pemakainya dihargai oleh Negara karena ia merupakan bagian daripada
kebudayaan bangsa yang hidup (J.S. Badudu 1985: 07).
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam penulisan ini, penulis menguraikan beberapa
sub-sub pokok pembahasan yang terkait dengan judul.
A.
Revitalisasi
Bahasa Daerah Dikalangan Masyarakat.
Mengapa kita perlu memvitalkan
kembali bahasa daerah di saat-saat sekarang ini. Di tengah arus globalisasi
yang mendunia ini, perlu secepatnya kita berbenah diri sebelum terlambat.
Dikarenakan kalau kita lambat dalam menghadapinya, maka yang terjadi justru
kita terbawa arus globalisasi tersebut. Maka dari itu, dari sisi bahasa perlu
kiranya kita menguatkan kembali peran dari bahasa lokal atau bahasa daerah
dalam menghadapi arus globalisasi tersebut.
Contoh nyata saja yang sekarang kita
alami, yaitu begitu derasnya arus Bahasa Inggris masuk ke dalam setiap sendi
kehidupan kita. Sadar atau tidak sadar, setiap yang kita lihat, dengar,
rasakan, hampir sebagian besar berbahasa Inggris selain juga bahasa yang lain –
tetapi bahasa Inggrislah yang sekarang sedang menguasai dunia. Mulai dari
barang-barang yang kecil seperti pena, pensil, sandal, sampai ke barang-barang
yang besar seperti TV, Komputer, Mobil, dan lain-lain hampir semuanya
terpampang bahasa Inggris. Bahkan ada juga yang diproduksi oleh pabrik
Indonesia, tetapi menggunakan Bahasa Inggris baik di dalam kemasannya ataupun
dalam hal pemasarannya.
Dilihat dari sisi pendidikan pun
sama, hampir di setiap sekolah terdapat pelajaran bahasa Inggrisnya, bahkan
tingkatan TK-SD pun sudah mengenal Bahasa Inggris. Lantas apakah bahasa daerah
atau bahkan bahasa nasional pun bisa berlaku demikian. Belum tentu. Kita bisa
tengok di dalam pendidikan kita, bahasa daerah hanya sebatas pelajaran muatan
lokal yang kadang merupakan pelajaran yang kurang disukai, kalah dengan
pelajaran matematika, IPA, atau Bahasa Indonesia. Bahkan mungkin juga dalam
menerangkan pelajaran muatan lokal tersebut menggunakan bahasa Indonesia.
Apabila memang demikian, perlu sekiranya kita rubah mulai dari sekarang.
Oleh karena itu, diperlukan usaha
yang keras dari semua pihak dalam memvitalkan kembali peran dari bahasa daerah
sebagai bahasa asli daerah setempat. Tanggung jawab ini tidak bisa hanya
diserahkan begitu saja kepada pemerintah lewat dewan bahasa atau apapun. Akan
tetapi, semua pihak mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan
daerah setempat untuk bisa mempertahankan kearifan lokal berupa bahasa daerah
tersebut.
Tentunya ini hanya sebagian kecil
saja usaha yang perlu dilakukan dalam memvitalkan kembali peran bahasa daerah.
Masih terbuka luas kesempatan dan cara yang lain agar bahasa daerah bisa
menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi daerah yang bersangkutan.
B.
Kedudukan
Dan Fungsi Bahasa Daerah
Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku atau
kelompok etnis di tanah air. Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa masing-masing
yang dipergunakan dalam komunikasi antaretnis atau sesama suku. Perencanaan
bahasa nasional tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah, demikian
pula sebaliknya. Itulah sebabnya di samping mengolah bahasa nasional, Politik
Bahasa Nasional pun berfungsi sebagai sumber dasar dan pengarah bagi pengolahan
bahasa daerah yang jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh pelosok nusantara.
Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya,
dikatakan: “Bahasa daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia
yang hidup; bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang
dilindungi oleh negara”, yang fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta
Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 di Jakarta, yakni: “Di dalam
kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali,
Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan daerah,
2. Lambang identitas daerah, dan
3. alat perhubungan di dalam
keluarga dan masyarakat daerah.
Di dalam
hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai:
1.
Pendukung
bahasa nasional,
2. Bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah
tertentu pada tingkat
permulaan
untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan
alat pengembangan serta pendukung kebudayaan
daerah” (Halim (Ed.), 1976:145—46).
Bahasa daerah merupakan bahasa
pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada
pasal 32 ayat (2) menegaskan bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa
daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” dan juga sesuai dengan perumusan
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, bahwa bahasa daerah sebagai
pendukung bahasa nasional merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia.
Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa
Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara
bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.
Di daerah tertentu , bahasa daerah boleh dipakai
sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia , kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa ibu. Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah ,
bahasa daerah menjadi penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan
masyarakat yang kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga dari
pemerintah harus menguasai bahasa daerah tersebut yang kemudian bisa di jadikan
pelengkap di dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut.
Bahasa daerah dan Bahasa Indonesia
yang digunakan secara bergantian menjadikan masyarakat Indonesia menjadi
dwibahasawan. Menurut Mackey dan Fishman (Chaer, 2004: 84) kedwibahasaan
diartikan sebagai “...penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian”.
Bahasa daerah sebagai pendukung
bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954
di Medan, merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah
kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia
mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa
Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.
Kepunahan bahasa daerah di Indonesia
dipetakan sebagai berikut : di Kalimanatan 50 bahasa daerah terancam punah dan
satu sudah punah. Dari 13 bahasa di Sumatra, dua terancam punah dan satu sudah
punah.Sulawesi yang memiliki 110 bahasa, 36 terancam punah dan satu sudah
punah. Dari 80 bahasa daerah di Maluku, 22 terancam punah dan 11 sudah punah.
Di daerah Timor, Flores, Bima, dan Sumba dari 50 bahasa yang ada sebanyak
delapan terancam punah. Di daerah Papua dan Halmahera dari 271 bahasa sebanyak
56 bahasa terancam punah. Di Jawa tidak ada bahasa daerah terancam punah.
Berdasarkan berbagai kondisi di
atas, perlu adanya suatu sistem yang mampu mensinergikan antara bahasa daearah
sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, serta bahasa
Inggris sebagai bahasa internasonal.
C.
Peran Bahasa
Daerah Didalam Persatuan Bangsa
Persatuan bangsa Indonesia terbentuk
bukan dari keseragaman, tetapi terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika selalu melekat di hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan
kebhinekaan inilah bangsa Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya
menyangkut suku-suku, ras-ras, dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup
bahasa, karena pada hakekatnya bahasa melekat pada diri manusia. Sementara
manusia itu sendiri merupakan pelaku kebudayaan.
Apa jadinya apabila bangsa Indonesia
ini terbentuk dari keseragaman budaya, adat-istiadat, agama, bahasa, dan
keseragaman yang lain. Ada pendapat menarik dari Cuellar (1996: 72) yang
dikutip oleh Hidayat (2006: 40), yaitu setiap usaha yang memaksakan keseragaman
atas kebhinekaan ini merupakan tanda-tanda awal kematian. Pernyataan ini memang
terdengar ekstrim, tetapi bukannya tanpa alasan, karena pada dasarnya Tuhan
menciptakan manusia berbeda-beda satu sama lain. Maka, apa jadinya ketika dunia
ini semuanya sama, tidak ada perbedaan dan tentunya tidak ada warna warni
kehidupan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
khusus dalam hubungannya dengan keberagaman bahasa dikatakan bahwa kebhinekaan
bahasa (linguistic diversity) merupakan aset kemanusiaan yang tak
ternilai harganya, dan hilangnya sebuah bahasa merupakan pemiskinan (impoverishment)
akan sumber pengetahuan dan pikiran masyarakatnya.
D.
Dampak
Positif dan Negatif Penggunaan Bahasa Daerah Didalam Bahasa Indonesia.
Berikut beberapa pengaruh atau dampak penggunaan
bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia:
1.
Dampak
Positif
a) Bahasa
Indonesia memiliki banyak kosakata.
b) Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c) Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
d) Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
b) Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c) Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
d) Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
2. Dampak
Negatif
a) Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain.
b) Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c) Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah.
d) Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga terdapat beberapa kata yang sama dalam tulisan dan pelafalan tetapi memiliki makna yang berbeda, berikut beberapa contohnya:
a. Suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada.
Suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek.
b. Kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir).
Kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena.
a) Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain.
b) Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c) Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah.
d) Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga terdapat beberapa kata yang sama dalam tulisan dan pelafalan tetapi memiliki makna yang berbeda, berikut beberapa contohnya:
a. Suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada.
Suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek.
b. Kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir).
Kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena.
Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa
daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut
digunakan dalam situasi formal seperti seminar, lokakarya, simposium, proses
belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna
yang beragam. Oleh karena itu, penggunaan bahasa daerah haruslah pada waktu,
tempat, situasi, dan kondisi yang tepat.
BAB IV
KESIMPULAN
Bahasa menurut teori struktural,
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional
(Soeparno 2002: 1). Artinya, bahasa memiliki ciri arbitrer dan konvensional.
Sedangkan, bahasa daerah adalah suatu bahasa yang
dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu
pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau
daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi Bahasa Daerah dalam hukum
Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa
Regional atau Minoritas diartkan bahwa "bahasa-bahasa
daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional
digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut, yang
secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di
negara tersebu; dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari
negara tersebut.
Di tengah arus globalisasi yang
mendunia ini, perlu secepatnya kita berbenah diri sebelum terlambat.
Dikarenakan kalau kita lambat dalam menghadapinya, maka yang terjadi justru
kita terbawa arus globalisasi tersebut. Maka dari itu, dari sisi bahasa perlu
kiranya kita menguatkan kembali peran dari bahasa lokal atau bahasa daerah dalam
menghadapi arus globalisasi tersebut. Dilihat dari sisi pendidikan pun
sama, hampir di setiap sekolah terdapat pelajaran bahasa Inggrisnya, bahkan
tingkatan TK-SD pun sudah mengenal Bahasa Inggris. Lantas apakah bahasa daerah
atau bahkan bahasa nasional pun bisa berlaku demikian. Belum tentu.
Persatuan bangsa Indonesia terbentuk bukan dari keseragaman, tetapi terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka Tunggal Ika selalu melekat di hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan kebhinekaan inilah bangsa Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menyangkut suku-suku, ras-ras, dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup bahasa, karena pada hakekatnya bahasa melekat pada diri manusia.
Selain itu juga, dalam penggunaan
bahasa daerah terdapat dampak positifnya dan juga negative. Contoh positifnya
Indonesia mempunyai banyak kosa kata, tetapai dalam dampak negatifnya bahasa
daerah satu sulit untuk dipahami oleh daerah yang lain. Bahasa nasional sebagai
bahasa kedua yang menghendaki agar semua lapisan masyarakat menggunakannya,
bisa berakibat bahasa daerah sebagai bahasa pertama sedikit demi sedikti
terkikis. Apabila hal ini tetap dipaksakan, maka bahasa daerah yang kurang kuat
alias sedikit penggunanya bisa menghilang bahkan tidak dikenal lagi di masa
yang akan datang. Bahasa-bahasa daerah yang ada merupakan kekayaan kebudayaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Perlu
kiranya kita apresiasi kebijakan tersebut. Namun demikian, kita tidak hanya
memberi aplaus saja terhadap kebijakan tersebut, tetapi juga kita wajib
menjaga kelestarian bahasa daerah yang ada di tanah air ini.
Daftar Pustaka
Badudu, J.S,
1985. Cakrawala bahasa Indonesia. Jakarta: P.T
Gramedia.
Asefamani
2008. peranan bahasa daerah dalam
persatuan bangsa. Wordpress.com, (online), (http://asefamani.wordpress.com/2008/09/08/peranan-bahasa-
Daerah-dalam-persatuan-bangsa/html. Diakses 02 juni
2012)
Ajisapto, Dwi
2011. pengaruh
bahasa daerah dan bahasa asing. Blogspot.com,(online),(http://dwiajisapto.blogspot.com/2011/02/26/pengaruh-bahasa-daerah-Dan-bahasa-asing/html.
Diakses 02 juni 2012)
Thalib,
Ariyanti,
2012. kedudukan dan fungsi bahasa daerah. Blogspot.com
(online),(http://pendidikanmatematika2011.blogspot.com/2012/04/khusnul-khatimah.html. diakses 05
juni 2012)